INIHANTU - CERITA PERJALANAN SANG PATI MUKOMUKO
CERITA PERJALANAN SANG PATI MUKOMUKO
INIHANTU | CERITA PERJALANAN SANG PATI MUKOMUKO | Pada awal abad ke-15 tahun Masehi merantaulah salah satu keluarga Rumah Gedang di Pagaruyung Batusangkar yaitu seorang laki-laki yang bernama Cukam. Cukam ini membawa beberapa orang anggota keluarganya antara lain, Pamannya beserta isterinya Cintoria dan juga membawa keenam orang anak yang bernama , Makudam Sati, Mardan Junjung, Amirullah , Dayang Mananggaro, Dayang Manggalo dan Dayang Maleni. Keenamnya adalah keponakan dari Cukam.
Mereka berlayar dari sungai Batang Kapas menuju ke Pulau Bali. Dari pulau Bali Madura terus ke Gresik, di Gresik ini Cukam lama menetap dan dekat hubungannya dengan orang-orang istana raja beliau mendapat gelar dari Raja Gresik yaitu Sang Pati.
Selama di Gresik terjadi perkawinan antara Maku Durisati dengan Ratu Kusuma keponakan Cukam dan Dayang Mananggaro dengan Tumenggung Diningrat kakak Ratu Kusuma anak dari Raja Gersik. Inilah cikal bakal keturunan Gresik yang berada di Mukomuko.
Dan banyak pula mereka ini memberi nama-nama baru di Teluk Kuala Bandar Rami nantinya, seperti, Sungai Selagan, Sungai Manjuto, Tanjung Alai, Pauh Terenja, Air Dikit, Teras Terunjam dan lain-lain.
Dari Gresik pelabuhan Tukau mereka berlayar kembali ke pulau Sumatera lewat Merak menyeberang ke Tanjung Cina ke Bandar Lampung ke Krui sampai di laut mereka kehabisan air maka oleh Cukam yang bergelar Sang Pati dengan kesaktiannya air laut bisa menjadi air tawar maka digelarlah sang Pati Laut Tawar.
Dari Tanjung Cina Krui mereka terpisah dan terbagi menjadi dua kelompok, sekelompok melalui jalan pantai (darat) dan sekelompok lagi jalan laut menggunakan perahu.
Kelompok yang mendarat adalah Makuduri Sati dan Tumenggung Diningrat mereka inilah yang membuat nama baru selama perjalanan termasuk daerah Gresik Kuala Bandar Rami yang nantinya menjadi Mukomuko.
Teluk Kuala Bandar Rami Berubah Nama
Sebagaimana telah dijelaskan diatas Tekek Kuala Bandar Rami dihuni oleh kelompok Empat Belas yang terdiri dari Tujuh Nenek, Lima Suku, Gresik dan Sang Pati.
Dengan terus berkembangnya keadaan, baik alam maupun masyarakatnya maka lama-kelamaan daerah Teluk Kuala Bandar Rami sebagai pusat berkumpulnya masyarakat, dan lama-kelamaan daerah tersebut terkikis oleh air laut dan pasang.
Melalui mufakat mereka sepakat untuk memindahkan pusat pengendalian masyarakat ke tempat lain yaitu suatu tempat yang ditumbuhi oleh pohon sejenis yang berjajar rapi dan rindang yang selanjutnya mereka sebut Padang Sarjana, inilah nantinya cikal bakal menjadi Kampung Dalam.
Setelah beberapa waktu berjalan mereka akan memberi nama tempat baru ini. Dalam proses pemberian nama ini, menurut catatan sejarah dan cerita turun temurun ada tiga versi pendapat, yaitu:
Versi pertama, waktu rombongan dari Gresik mau memasukkan perahunya ke muara Sungai Abu dan Sungai Dakuni dari tengah laut, daratan di sekitar mereka nampaknya seperti “muka” maka oleh Martha atau Mualim sebagai pengemudi perahu diberi nama Mukomuko.
Versi kedua, menyebutkan bahwa waktu sampai di muara Sungai Dakuni dan Sungai Abu, karena ada dua sungai dan muaranya hanya satu, maka disebut oleh rombongan Sang Pati dengan sebutan Mukomuko.
Versi ketiga, setelah pindahnya pusat pengendalian masyarakat dari Tekek Bandar Rami ke Padang Sarjana, maka kepala kepala suku mengadakan rapat atau mufakat untuk memberi nama daerah baru ini. Karena telah berbulan-bulan rapat namun belum ada juga keputusan, karena mereka saling mempertahankan pendapatnya masing-masing, akhirnya salah satu dari anggota rapat mengusulkan tempat baru ini diberi nama Mukomuko.
Mukomuko diambil dari suku kata bermuko-muko yang artinya pertemuan, mufakat atau rapat. Asli khas bahasa Mukomuko berasal dari usulan tersebut. Yang dianggap adil waktu itu maka disepakatilah nama tempat yang baru itu dengan nama Mukomuko.
Setelah pusat pengendalian masyarakat pindah ke tempat baru, sekarang kita sebut saja pusat pengendalian tersebut Mukomuko. Penduduk makin lama makin berkembang, pendatang pun makin bertambah hubungan, baik keluar maupun kedalam semakin baik dan perkembangan ekonomi penduduk pun semakin terbuka dan meningkat tetapi Mukomuko belum mempunyai sistem pemerintahan.
Dengan berkembangnya hubungan keluar dan semakin banyak pendatang yang masuk, terdengarlah berita bahwa di Indrapura sudah mempunyai sistem pemerintahan yang berbentuk kerajaan yang sudah maju, karena Indrapura sudah mempunyai hubungan keluar, dengan Aceh, Pariaman dan malah ke luar negeri yaitu Persia. Inilah nantinya cikal bakal keturunan raja-raja di Mukomuko. Hal tersebut terbukti dengan gelar-gelar raja di Mukomuko seperti Kecil Muhammad Syah, Gendam Syah, Pesisir Barat Syah. Salah satu cirinya, di ujung gelar “Syah” itu berasal dari Persia dan dapat pula kita lihat peninggalannya seperti Payung Kuning, Kecapi, Gendang, Ketipung dan Gabah. Gabah adalah bahasa Persia yang artinya tempat makam raja-raja orang-orang yang berjasa di dalam masyarakat.
Adapun yang diutus atau dikirim untuk menjemput Raja ke Indrapura setelah rapat bersama yaitu:
- Paduko Rajo gunung Malenggang
- Songotiang
- Koto Pahlawan
Setelah putusan sampai ke Indrapura dan telah memberikan segala hal kepada raja, maka utusan meminta ke pada raja untuk mengutus seorang pemimpin atau raja untuk memimpin di wilayah Mukomuko. Raja Indrapura tidak langsung mengirim perwakilannya, karena kultur masyarakatnya yang sangat berbeda secara prinsip. Di Indrapura ada Pratin Dua Puluh sedangkan di Mukomuko ada Kelompok Empat Belas. Kelompok inilah nantinya cikal bakal menjadi Pratin Empat Belas.
Raja Indrapura akhirnya mengirim seorang utusan ke Mukomuko untuk mempelajari kultur penduduk Mukomuko sekaligus bertugas untuk melengkapi Pratin Empat Belas menjadi Pratin Dua Puluh. Untuk menyamakan Pratin ataupun kultur penduduk Mukomuko dengan penduduk Indrapura maka dikirimlah 6 di Hulu, 6 Hilir di hilir dan 8 di tengah. Setelah lengkap Pratin Dua Puluh, saatnya Raja Indrapura mengirim seorang raja perwakilan Raja Indrapura ke Mukomuko yang bernama Sultan Bujang dengan gelar Tuan Kuku Berdarah Putih. Namun sistem pemerintahannya waktu itu masih sangat sederhana dan tradisional, dan dari sinilah nantinya cikal bakal kerajaan Anak Sungai Mukomuko yang wilayahnya adalah dari Sungai Seri sampai Air Gegas.
Setelah dikirim utusan raja dari Indrapura untuk memimpin Mukomuko, maka pemimpin-pemimpin yang ada di Mukomuko menjalin hubungan dengan baik dengan Indrapura. Dan wewenang atau kekuasaan pun dibagi dan diatur menurut bidang dan keahliannya masing-masing
Sebagaimana perkembangan masyarakat waktu itu, sistem pemerintahan tergambar sebagai berikut:
- RAJA/SULTAN
- PRATIN EMPAT BELAS:
1. TUJUH NENEK
2. LIMA SUKU
3. GRESIK & SANG PATI
4. PENGHULU ADAT/RAJO PENGHULU
5. NENEK MAMAK (KEPALA KAUM) - PRATIN DUA PULUH:
1. ENAM DI HULU
2. DELAPAN, Dan
3. ENAM DI HILIR - PEMIMPIN LIMA KOTO
Sebagaimana tergambar di atas Nenek Mamak/Kepala Kaum, Penghulu Adat/Rajo Penghulu dan Pratin Empat Belas bertugas membuat aturan atau ada kemudian diserahkan kepada Raja. Dan Raja melalui Pratin Dua Puluh menjalankan pemerintahan atau adat atau aturan sampai ke bawah yaitu pemimpin Lima Koto.
Kerajaan Anak Sungai merupakan bagian dari kerajaan Minangkabau dan perwakilan dari kerajaan Indrapura di bawah pemerintahan Sultan Miza Harsyah (1620-1660). Pada tahun 1663 kerajaan Indrapura membuat perjanjian dengan VOC. Pada pertengahan abad ke-17 Kerajaan Anak Sungai masih di bawah kekuasaan Kerajaan Indrapura wakilnya berkedudukan di Mukomuko dengan gelar Raja adil yaitu Tuan Sungut keponakan laki-laki Sultan Muhammad Syah. Pada pertengahan abad ke-17 timbul hasrat rakyat Kerajaan Anak Sungai untuk memisahkan diri dari kekuatan Sultan Indropura. Hasrat ini mendapat dukungan dari Raja Adil maka terjadilah pemisahan kekuatan dari Kesultanan Indrapura dan hal ini didukung serta diakui oleh VOC.
Dengan telah terpisahnya kekuasaan Kerajaan anak sungai dari Kesultanan Indrapura maka sistem pemerintahan dan politik pun berubah. Kekuasaan tertinggi berada di tangan Sultan/Raja, di bawah Raja lalu Menteri Negeri Empat Belas dengan tugas mengurus urusan urusan istana termasuk protokoler. Datuk Hima Kato berada di level berikutnya, dengan tugas jabatannya adalah menyediakan bahan-bahan bangsawan dan menangani tugas-tugas keamanan. Di bawah Datuk Hima Kato adalah Pratin Nan Kurang Satu Enam Puluh, yang tugas jabatannya menangani urusan-urusan harian dusun. Secara langsung membangun memelihara ketahanan dan jika diperlukan bisa menjadi pemimpin militer
Di Mukomuko sistem suku/kaum sangat dominan dan berpengaruh terhadap pemimpin daerah, yang dibawa dari daerah Minangkabau. Hal ini dapat dilihat hingga sekarang di Mukomuko memegang teguh adat Koto Piliang.
Wilayah kekuasaan Kesultanan anak sungai meliputi:
Sebelah utara : Sungai Serik
Sebelah selatan : Sungai Hitam
Sebelah barat : Samudera Indonesia
Sebelah timur : Berbatasan dengan perbatasan Jambi
Pada tahun 1905 daerah ketahun ditarik masuk Onder Afdeling Lais tahun 1918. Tahun 1918 Seblat ikut masuk ke daerah Ketahun. Sehingga Onder Afdeling Mukomuko akhirnya hanya tinggal Marga Ipuh dengan batas Marga Seblat yaitu Air Gegas. Inilah nantinya cikal bakal Kabupaten Mukomuko. Dari tahun 1918 sampai tahun 1940 terputus data dan informasinya, hingga kini belum kami ditemukan.
Semoga artikel ini memuaskan dahagamu akan kisah misteri ya !!!
Baca Juga :
TIGA PENDAPAT ASAL USUL KABUPATEN MUKOMUKO BENGKULU
Komentar
Posting Komentar