INIHANTU - KISAH MISTERI SEJARAH SUNGAI MARTAPURA
KISAH MISTERI SEJARAH SUNGAI MARTAPURA
INIHANTU | KISAH MISTERI SEJARAH SUNGAI MARTAPURA | Sungai Martapura adalah satu sungai penghubung menuju ke Sungai Barito dan menjadi anak dari Sungai Barito tersebut. Keberadaan Sungai Martapura ini bermuara di Kota Banjarmasin dan hulunya di kota Martapura, Kabupaten Banjar.
Pada wilayah Banjarmasin, Sungai Martapura memiliki panjang kurang lebih 25 kilo meter. Sementara panjang keseluruhan mencapai 600 kilometer.
Belakangan ini di Banjarmasin, Sungai Martapura menjadi satu destinasi wisata yang sangat digandrungi oleh masyarakat lokal maupun luar daerah. Bahkan wisata asing.
Sungai Martapura Dalam Catatan Sejarah Sungai Martapura dalam sudut pandang historis memiliki banyak nama.
Dari kumpulan informasi yang dihasilkan oleh Sejarawan Banjarmasin, Mansyur, Pada masa Hindia Belanda sejak tahun 1600 hingga tahun 1700 an, dalam sumber sumber kolonial menuliskan Sungai Martapura dengan nama yang berbeda beda.
Misalnya Solomon Muller tahun 1857 menuliskan SUngai Martapura dengan nama Sungai Banjar Kecil (Kleine Banjer Rivier) atau Sungai Kayutangi.
Demikian halnya dalam artikel di Tijdscrift voor Nederlands Indie tahun 1838, menuliskan Sungai Martapura dengan nama Banjar Kecil (Kleine Banjersche). Tidak jauh berbeda dengan Buddingh tahun 1861 yang menuliskan de kleine Banjersche Rivier atau Sungai Banjar Kecil.
Sementara Sungai Barito dinamakan dengan Sungai Banjar Besar atau Groote Banjer Rivier. Berbeda dengan Orang orang Inggris yang menuliskan nama Sungai Martapura sebenarnya adalah Sungai Cina.
Seperti dalam tulisan Thomas Salmon tahun 1744 mendeskripsikan adanya China River di wilayah Banjer Masseen.
Terdapat banyak aktivitas pedagang cina di wilayah Hilir Sungai ini dengan wilayah utama yakni Tatas.
Sungai Martapura adalah satu sungai penghubung menuju ke Sungai Barito
Penulis Inggris lainnya, James Cook tahun 1744, menyematkan nama yang berbeda untuk menamakan Sungai Martapura yakni Sungai Tatas. Hal ini berdasar pada nama delta Pulau Tatas, daerah yang pada 13 Agustus 1787 menjadi milik dari VOC-Belanda.
Daerah ini kemudian dinamakan kotta-Blanda dan sekarang merupakan pusat kota Banjarmasin modern. Nama lain kota Banjarmasin adalah kota Tatas.
Pada dasarnya semua penyebutan ini menunjuk ke satu tempat yakni Sungai Martapura, anak sungai Barito yang muaranya terletak di kota Banjarmasin dan di hulunya terdapat kota Martapura ibukota Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.
Hulu Sungai Martapura sendiri berasal dari pertemuan Sungai Riam Kiwa dan Sungai Riam Kanan, kota Martapura, Kabupaten Banjar. Sejak kapan bernama Sungai Martapura? Berdasarkan namanya, bisa ditebak bahwa nama sungai ini diambil dari nama kota Martapura.
Martapura yang sekarang menjadi ibukota Kabupaten Banjar, adalah wilayah di hulu kota Banjarmasin.
Sementara Nama Martapura sendiri menurut Idwar Saleh diberikan oleh raja Banjar ke-empat yakni Sultan Mustain Billah sebagai ibukota yang baru didirikan.
Pendirian Martapura diperkirakan sekitar tahun 1630, setelah Istana Kesultanan Banjar dipindah dari Banjarmasin ke kawasan Kayu Tangi (terletak di sebelah hulu dari Martapura). Wajar kemudian Idwar Saleh memberikan tesis bahwa nama kuno sungai Martapura sebenarnya adalah sungai Kayutangi.
Penelitian terhadap jalur-jalur air di Kalimantan Selatan sudah dilakukan pada tahun 1847 oleh Tim Peneliti Ilmu Alam. Hasilnya dilaporkan pada tahun 1848 dengan merekomendasikan bahwa kapal-kapal berbadan besar dapat melayari Sungai Barito sampai ke hulu, sampai titik lebih dari 500 km dari muaranya.
Informasi mengenai kondisi perairan (jalur-jalur air) dari pertengahan Abad ke-19 sampai pertengahan Abad ke-20 dapat diperoleh dari hasil laporan tim-tim ekspedisi dan laporan perjalanan para pejabat pemerintah ketika itu.
Pada tahun 1915, Tim Peneliti Pendirian Bank Kredit Rakyat juga memuat laporan mengenai jalur-jalur air di daerah Banjarmasin dan sekitarnya. Dengan ramainya jalur pelayaran yang melewati Banjarmasin melalui sungai-sungai, maka Pemerintah Kolonial mulai memperhatikan daerah ini, terutama jalur-jalur yang sering dilewati.
Lebih jauh lagi, dari hasil penelitian tersebut, dikembangkan lagi oleh Pemerintah Kolonial untuk upaya eksploitasi dan perluasan teritorial Pemerintahan Kolonial.
Dalam rangka itu, kebijakan pembangunan ditekankan pada mendirikan pos-pos di jalur-jalur air guna menjalankan pengawasan (kontrol) dan penarikan bea pengangkutan sungai.
Kebijakan Pemerintahan Kolonial ini memperlihatkan ke arah komersialisasi jalur transportasi sungai - yang pada masa pra kolonial - menjadi jalur pelayaran yang bebas, tanpa pembayaran pajak pada siapapun.
Selain sungai, bagian penting dari jalur air Kota Banjarmasin adalah kanal. Dalam kaitan ini, membangun kanal bagi orang Banjar merupakan kebiasaan dan suatu keahlian yang diwariskan secara temurun.
Bagi orang Banjar membangun kanal sebagai upaya perluasan jangkauan aliran air. Kebiasaan membuat kanal itu sudah berlangsung sejak berabad yang lalu.
Sama seperti fungsi sungai, orang Banjar membangun kanal untuk kepentingan pertanian sekaligus sebagai prasarana transportasi. Orang Banjar mengenal sedikitnya tiga macam kanal.
Pertama, yang disebut anjir yaitu semacam saluran primer yang menghubungkan antara dua sungai. Anjir bersifat untuk kepentingan umum yang berfungsi untuk sistem pertanian dan transportasi. Kedua, disebut handil, semacam saluran yang muaranya di sungai atau anjir.
Handil dibuat untuk menyalurkan air ke daerah daratan, misalnya untuk lahan pertanian. Luas handil lebih kecil dari anjir lebih bersifat milik kelompok.
Ketiga, disebut saka merupakan saluran tersier untuk menyalurkan air yang biasanya diambil dari handil. Saluran ini berukuran lebih kecil dari handil dan bersifat pribadi, atau milik keluarga. Anjir, handil dan saka mempunyai fungsi utamanya sebagai irigasi pertanian dalam arti luas dan prasarana transportasi....
Semoga artikel ini memuaskan dahagamu akan kisah misteri ya !!!
Baca Juga :
Komentar
Posting Komentar