INIHANTU - SEJARAH PENEMUAN GONG SI BOLONG IKON KOTA DEPOK

SEJARAH PENEMUAN GONG SI BOLONG IKON KOTA DEPOK

INIHANTU | SEJARAH PENEMUAN GONG SI BOLONG IKON KOTA DEPOK | Gong Si Bolong adalah seni gamelan khas Kota Depok yang digunakan untuk mengiringi beberapa pertunjukan kesenian tradisional, di antaranya: jaipong, wayang kulit Betawi, dan tari tayub. Jenis iringan musik gamelan Gong Si Bolong mengacu pada seni gamelan ajeng. Namun demikian, ada kekhasan antara musik gamelan Gong Si Bolong dengan seni gamelan ajeng. Iit Septyaningsih (2014) menyebutkan bahwa seni gamelan Gong Si Bolong merupakan perpaduan antara musik Gamelan Betawi, perpaduan dari Gamelan Sunda, Melayu dan Cina.

Nama Gong Si Bolong sering diidentikkan dengan unsur mistis yang mengarah pada sosok astral yang dianggap mampu mengabulkan permohonan atau permintaan seseorang. Sepertihalnya dengan benda yang dianggap “sakti” lainnya, Gong Si Bolong merupakan salah satu instrumen alat musik berbentuk Gong namun di bagian tengah tidak ada pencon atau benjolan, alias berlubang atau dalam bahasa Betawi disebut “bolong”. Maka dari itu, benda tersebut dinamakan Gong Si Bolong.

Layaknya legenda pada umumnya, Gong si Bolong juga diselimuti kemisteriusan. Pasalnya, Gong si Bolong dianggap bukan buatan manusia. Menurut tuturan, gong yang bolong itu ditemukan secara misterius di Ciganjur.

SEJARAH PENEMUAN GONG SI BOLONG

Konon, Gong si Bolong ditemukan pada tahun 1949 atau Tahun 1959 banyak versinya. saat Kelurahan Tanah Baru masih berbatasan langsung dengan Kelurahan Ciganjur, Jakarta Selatan. Saat itu hanya sedikit masyarakat yang mendiami wilayah hutan, rawa, lahan pertanian, serta kolam-kolam ikan.

Suatu malam, Kampung Ciganjur dikejutkan dengan suara-suara gamelan yang merdu seolah ada pagelaran pesta. Sumber suara tersebut ternyata berasal dari seperangkat alat gamelan lengkap dengan gendang dan Gong yang berlubang (diameter 10 cm) pada bagian tengahnya. 

Akhirnya setelah ditelusuri oleh seorang tokoh yang alim dan soleh bernama Jimin, dengan terlebih dahulu memohon petunjuk secara lahir bathin serta puasa, menemukan seperangkat gamelan yang tersusun rapi di hutan kecil yang terdapat aliran sungai Krukut, Kampung Curug, Tanah Baru.

Pak Jimin pun merasa takjub dan mencari tahu siapa pemilik seperangkat gamelan yang terdiri dari gong, gendang yang kemudian dikenal dengan Si Gledek, dan Bende. Karena tak menemukan pemiliknya, Jimin berinisiatif membawa gong yang bolong dan mengeluarkan cahaya berkilauan itu pulang ke rumahnya dan merawatnya. 

Setelah menemukan Gong si Bolong, Jimin dan keluarganya sempat mengalami kejadian aneh. Sekujur badan Jimin dan keluarganya mengalami gatal dan bengkak. Alhasil, Jimin menyerahkan temuannya itu ke Anim sebagai generasi kedua yang merawat Gong si Bolong.

Namun Anim sendiri, kemudian menyerahkan perawatan Gong si Bolong ke orang lain. Anim merasa warisan yang diperolehnya dari Jimin bertentangan dengan syariat Islam. “Atas saran-saran akhirnya diserahkan kepada Pak Anim, namun karena Pak Anim kurang mengerti dan menganggap hal tersebut bertentangan dengan Islam, Pak Anim menyerahkannya kepada Pak Galung atau Pak Jerah,” tandasnya.

Gong Si Bolong menjadi seperangkat gamelan yang bisa dimainkan ketika berada di tangan Bapak Tua Galung (Pak Jerah). Pak jerah melengkapinya dengan satu set gendang, dua set saron, satu set kromong, satu set kedemung, satu set kenong, terompet, bende serta gong besar.

Kini Gong si Bolong berada dalam perawatan Buang sebagai pewaris generasi ketujuh, yakni Buang. Awalnya, Buang menuturkan, dirinya tak pernah berharap mendapatkan warisan Gong si Bolong yang saat itu masih dalam perawatan generasi keenam, H Bahrudin.

Saat itu, sekira tahun 1950, Buang yang masih bersekolah di Sekolah Rakyat Pondok Cina, mulai menjadi tukang pikul Gong si Bolong hingga belajar memainkan. Buang mempelajarinya selama delapan tahun demi alasan ekonomi keluarganya. “Karena dulu ekonomi keluarga susah, jadi saya mau bermain Gong si Bolong, dapat honor 1,5 perak sudah bisa bayaran sekolah,” tuturnya.

Namun tak disangka, Buang malah menjadi generasi ketujuh yang dititipi gong yang melegenda itu. Buang mengaku menerima wasiat dari generasi sebelumnya, H Bahrudin. “Karena saat itu saya yang dianggap paling mengerti, dan paling tahu bagaimana merawat gong tersebut. Setelah H Bahrudin meninggal, baru dilimpahkan kepada saya tahun 2007, itu pun belum sah, baru sekedar kata-kata,” ujar Buang.

Tiap generasi penerus yang bersedia merawat Gong si Bolong, memiliki cara yang sama untuk merawat alat musik tersebut. Karena ditemukan secara misterius, perawatan terhadap Gong si Bolong pun memerlukan perawatan khusus. Perawatan khusus tersebut bahkan selalu dilakukan oleh setiap generasi penerus pada malam Jumat dan tak boleh lupa. Namun Buang menolak menyebutkan secara detail perawatan khusus tersebut lantaran khawatir dianggap musyrik.

Penerus/pemegang/pewaris Gong Si Bolong setelah Jimin adalah : Sanim; Galuh/Jerah; Saning; Nyai Asem; H. Bahrudin (Bagol); Kamsa S. Atmaja; Buang Jayadi. Pewaris terakhir, Buang Jayadi merawat Gong Si Bolong sejak tahun 2011 hingga sekarang

Adapun unsur seni yang mulai dimainkan dengan menggunakan waditra Gong Si Bolong dilakukan sejak kepewarisan Galuh/Jerah, yaitu dengan memainkan musik gamelan ajeng. Saning yang merupakan anak dari Galuh/Jerah kemudian mengembangkan musik Gong Si Bolong sebagai pengiring Tari Tayub dan Tari Jaipong. Rating pertunjukan Gong Si Bolong mencapai puncak saat kepewarisan Nyai Asem. Masyarakat kala itu sangat menyukai alunan musik yang dimainkan oleh seperangkat instrumen Gong Si Bolong. Yang menarik, suara yang dihasilkan tiga waditra temuan tersebut sangat nyaring sehingga mampu terdengar hingga ke kampung sebelah. Keunikan waditra tersebut membuat masyarakat menyebutnya dengan istilah “si gledek”.

Sepeninggalnya Nyai Asem, musik Golong Si Bolong mulai meredup. Pewaris selanjutnya, yaitu H. Bahrudin, berupaya berinovasi dengan memadukan musik Gong Si Bolong untuk mengiringi Wayang Kulit Betawi dan Jaipong. Namun hal tersebut tidak cukup untuk menaikkan rating musik Gong Si Bolong. Setelah vakum beberapa lama, Kamsa S. Atmaja mencoba mengangkat lagi pamor musik Gong Si Bolong. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan cara bergabung dengan Dewan Kesenian Depok pada tanggal 18 April 2000. Alhasil, pamor musik Gong Si Bolong mulai naik. Banyak warga atau instansi yang memesan pertunjukkan Gong Si Bolong. Saat ini, pewaris musik Gong Si Bolong adalah Buang Jayadi setelah Kamsa S. Atmaja menyerahkannya pada tahun 2011

REGENERASI

Proses perekrutan anggota musik Gong Si Bolong dilakukan dilakukan secara kekeluargaan. Anggota baru akan diterima apabila memiliki solidaritas tinggi dan mampu memainkan lebih dari satu waditra. Musik Gong Si Bolong terdiri dari beberapa waditra, yaitu: satu set gendang; dua set saron; satu set keromong; satu set kedemung; satu set kenong; satu terompet; satu set gong; rebab; dan gambang.

Anggota Gong Si Bolong terbagi dalam dua kelompok berdasarkan gender, yaitu laki-laki dan perempuan. Laki-laki. Berperan sebagai pemain instrumen atau nayaga, sedangkan perempuan mengambil peran sebagai penari nayuban dan sinden (Ramdhani, 2016: 44). Selain regenerasi, kebertahanan musik Gong Si Bolong juga ditunjang oleh kemampuan untuk melakukan inovasi yang menjadi kunci keberhasilan musik Gong Si Bolong hingga dapat bertahan sampai saat ini. Selain itu, Pemerintah Kota Depok melalui dinas terkait juga turut membantu untuk mengangkat kembali salah satu aset warisan budaya takbenda ini Kota Depok. Tugu Gong Si Bolong adalah salah satu bukti dari upaya Pemerintah Kota Depok tersebut.

Gong Si Bolong Masa Kini

Gong Si Bolong masa kini lebih dikenal di dalam suatu Sanggar kesenian di wilayah Tanah Baru, Depok. Derasnya arus Globalisasi membuat keberadaan Gong Si Bolong tertutup, karena tidak sebagian besar masyarakat Depok kini ingin membangkitkan keberadaannya. Komposisi alat musik yang mempermegah Gong Si Bolong adalah Gong, Gendang, Bende, Rebab, Terompet, Keromong, serta Saron. Para pemainnya berjumlah 12 anggota yang masing-masingnya memainkan alat-alat musik tersebut. Namun sekarang, kesenian Gong si Bolong sudah mulai kurang diminati oleh masyarakat Kota Depok, dikarenakan generasi penerus kurang peka terhadap keberadaan Gong Si Bolong.

Jika tidak dimainkan, Gong Si Bolong kini disimpan di sebuah gudang penyimpanan di samping rumah Buang. Setiap malam Jumat, Buang selalu menyempatkan diri untuk merawat Gong Si Bolong agar tetap terjaga sampai kepada anak cucu...

Semoga artikel ini memuaskan dahagamu akan kisah misteri ya !!!

Baca Juga :

KISAH MISTERI MAKAM RATU MALANG DAN KISAH CINTA YANG MEMILUKAN

Untuk Informasi Lebih Lanjut Hubungi:
TELEGRAM : +855 858 498 13
WHATSAPPS : +855 858 498 13



Komentar

Postingan populer dari blog ini

INIHANTU - KISAH MISTERI DAN LEGENDA SRIGATI NGAWI

INIHANTU - KISAH HOROR LEGENDARIS SMA TUGU MALANG

INIHANTU - MITOS DAN MISTERI KUDA KEPANG