INIHANTU - SEJARAH KAMPUNG KWITANG TEMPAT HIDUP PESOHOR DAN TRAGEDI NYAI DASIMA

SEJARAH KAMPUNG KWITANG TEMPAT HIDUP PESOHOR DAN TRAGEDI NYAI DASIMA

INIHANTU | SEJARAH KAMPUNG KWITANG TEMPAT HIDUP PESOHOR DAN TRAGEDI NYAI DASIMA | Di balik hiruk-pikuk problema yang ada di Jakarta, nyatanya Ibu Kota pernah mendapat puja-puji dari mantan orang nomor satu di Indonesia, Soekarno. Tak main-main, Bung Karno menyebut Jakarta sebagai mercusuar perjuangan bangsa. Di Jakarta, keragaman berkumpul. Kwitang jadi salah satu keberagaman itu. Inilah asal-usul Kampung Kwitang dan berbagai sejarah yang terjadi di dalamnya.

Peneliti Australia, Lance Castle pernah mengungkap hal senada. Bagi Castle, Jakarta adalah mozaik, panci pelebur berbagai identitas yang tumbuh menjadi satu. Dalam pandangan Castles, Jakarta memiliki daya tarik yang mampu menyerap beragam etnik dan latar belakang untuk hidup di dalamnya. Perwujudan yang diungkap Castle dapat dilihat dari hadirnya kampung-kampung di Jakarta yang dihuni multietnik.

Kampung Kwitang salah satu miniatur keberagaman di Ibu Kota. Kwitang adalah nama kampung yang berada di Jakarta Pusat. Selain karena dihuni oleh kaum bumiputra Betawi, Kwitang juga ditinggali oleh etnis Tionghoa, Arab, dan Eropa. Kampung ini legendaris. Apalagi, Kwitang sudah ada  jauh sebelum Indonesia memproklamirkan kemerdekaan.

Di Kutip dari SEJARAHJAKARTA.COM Kwitang adalah nama kampung di Jakarta Pusat, berdasar peraturan-peraturan untuk kepala-kepala lingkungan Eropa (Europeesche Wijkmeester), Batavia merupakan wijk (kampung) ke 13 dari 25 wijk di bawah Afdeling Batavia, District Weltevreden, Onderdistrict Senen. Selain masyarakat pribumi Betawi, di kampung ini juga tinggal etnis Tionghoa, Arab dan Eropah.

Beberapa nama Wijkmeester atau Bek (Kepala Kampung) Kwitang sejak tahun 1885 antara lain: Wijkmeester Pribumi: Armat, (1885), Dja’aman Adam (1885-1889), Wijkmeester Cina: Tjio Eng Ho (1886), Tan Tang Hoat (1888), Tan Siok Jo (1890), Wijkmeester Eropa: S.W. Baintz (1886), J. Ar. Dasseer (1886), Toean Subbels (1888).

Pada tahun 1948, berdasar Undang-undang No. 22 tahun 1948, Kampung Kwitang merupakan kelurahan yang masuk ke dalam Kecamatan Senen, hingga muncul Surat Keputusan Gubernur Daerah Chusus Ibu Kota Djakarta No. Ib 3/I/I/66, tanggal 12 Agustus tahun 1966. Dengan batas-batas kelurahannya antara lain: utara Jalan Prapatan, timur Jalan Kramat, Selatan Jalan Matraman dan Barat dengan Kali Ciliwung.

Dalam riwayat dan beberapa tuturan lisan ada dua versi tentang asal mula nama Kampung Kwitang. Versi pertama menyatakan Kwitang berasal dari Kwik Tang Kiam, nama seorang tuan tanah berdarah Tionghoa. Kwik Tang Kiam menguasai hampir seluruh wilayah kampung Kwitang pada saat itu, hingga masyarakat Betawi menyebutnya kampung si Kwik Tang, yang akhirnya lama kelamaan sebutan kampung si Kwik Tang menjadi Kampung Kwitang.

Versi kedua, nama Kwitang berasal dari nama seorang tabib yang juga pendekar kuntao, Kwe Tang Kiam. Masyarakat menyebutnya Kampung Kwe Tang hingga lama-kelamaan menjadi Kwitang.

Dua versi di atas hanyalah mitos yang tidak berdasar. Menurut Budayawan peranakan Tionghoa-Betawi, David Kwa, mitos tentang nama Kwitang dari seorang tuan tanah bermarga Kwik di daerah Jawa bagian barat termasuk Jakarta tidak masuk akal, karena marga atau she/sne Kwik adalah sebutan marga yang umumnya bagi orang-orang Tionghoa yang tinggal di Jawa bagian timur. Di Jawa bagian barat marga ini umumnya disebut dengan marga Kwee.

Nama Kwee Tang Kiam sebagai tabib dan pendekar kuntao juga hanya tuturan lisan. Sosoknya masih absurd bila dibandingkan dengan Tjung Tang Kiam, pedagang tembakau keliling yang biasa dipanggil Mpek Tang Kiam atau Mpek Ketjil.

Tjung Tang Kiam (marga Tjung) adalah tokoh yang oleh sebagian tuturan lisan disebut sinshe Kwee Tang Kiam. Tjung Tang Kiam adalah pembantu sekaligus murid Kam Siok, seorang pendekar kuntao asal Hokkian, Tiongkok Selatan, yang datang ke Batavia pada tahun 1840.  Ia menjadi pedagang kain yang berdomisili di sekitar daerah Senen.

Tjung Tang Kiam yang tinggal di Kali Lio, Senen, dikenal sebagai orang yang gemar menghisap candu (opiumzuiger). Candu di masa lalu adalah produk yang legal, dan pada tradisi yang dilakukan oleh guru-guru kuntao, candu dapat dijadikan sebagai bagian dari metode rileksasi pendekar kuntao. Karena seringnya Tjung Tang Kiam menghisap candu tubuhnya menjadi kurus dan kecil. Karena kurus, ia dipanggil Mpek Ketjil.

Sejatinya nama Kwitang muncul dari komunitas orang Hokkian dari Tiongkok Selatan yang dulu menjadi penduduk mayoritas di kampung itu. Sekali lagi mengutip David Kwa bahwa nama Kwitang berasal dari frasa Gnuidang (baca: Kwitang), yaitu nama propinsi Guangdong (baca: Kwangtung) dalam lafal Hokkian logat Ciangciu, sedangkan dalam lafal Hokkian logat Amoi atau Emui adalah Gngdang.

DIHUNI OLEH PESOHOR

Seiring perkembangannya, kampung Kwitang yang multietnik kemudian banyak dihuni para pesohor dari zaman ke zaman. Beberapa di antaranya ada yang berprofesi sebagai politikus, seniman, hingga budayawan, dan jago silat andal.

“Mr. Mohamad Roem, tokoh Masyumi, saat pecah revolusi fisik melawan Belanda, tangan kanannya tertembak ketika bergerilya di Kwitang. Mantan menteri agama, Tarmizi Taher, ketika tinggal di Kwitang sempat menjadi teman main bola saya. Di sini juga pernah tinggal pengarang terkenal Trisno Juwono yang juga jadi penerjun bebas,” tutur Alwi Shahab, dalam buku Maria Van Engels: Menantu Habib Kwitang (2004).

Alwi menambahkan, tokoh lain yang erat kaitannya pernah besar dan hidup di Kwitang adalah mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta Eddy M Nalapraya; sutradara film, Arifin C Noer; mantan Duta Besar RI di Australia, Sabam Siagian; serta Kepala Sinematek, SM Ardan juga dibesarkan di Kwitang. Bahkan, Bekas rumah seniman legendaris, Ismail Marzuki yang menciptakan lebih dari 200 lagu hingga kini masih ada di Kwitang.

AWAL MULA CERITA CINTA TERLARANG NYAI DASIMA

Tak hanya itu. Kwitang juga dikenal karena kawasan itu adalah awal mula munculnya cerita terkenal Nyai Dasima yang melegenda. Konon, di sekitar Kali Ciliwung --titiknya sekarang ada di dekat Toko Buku Gunung Agung dan Markas Maritim-- tahun 1820-an, Nyai Dasima dihabisi nyawanya oleh Bang Puase, seorang jagoan di Kwitang.

Dahulu, Nyai Dasima dikenal sebagai istri muda seorang petinggi VOC yang kemudian kawin dengan Samiun, tukang sado dari Kwitang. Samiun diceritakan sering mangkal dengan sadonya di depan Kantor Kelurahan Kwitang. Nahas, Nyai Dasima yang dikenal cantik nan rupawan dibunuh oleh Bang Puase atas suruhan Hayati, istri tua dari Samiun yang kelewat cemburu.

Kisah Nyai Dasima lalu diangkat ke dalam sebuah buku oleh G. Francis dengan judul Tjerita Njai Dasima (1896). Kisah itu melegenda, bukan cuma di Hindia Belanda saja. Ketenaran cerita Nyai Dasima begitu menyebar hingga ke Semenanjung Malaya dan Singapura.

Namun, dalam perjalanan waktu, kisah yang ditulis oleh G. Francis direkonstruksi sedemikian rupa dengan tujuan membuat citra orang Betawi menjadi buruk. Pada 1963, tokoh Betawi, SM Ardan menyunting ulang cerita Nyai Dasima. SM Ardan kembali menghidupkan kisah Nyai Dasima dengan kondisi yang lebih relevan dengan masyarakat Betawi kala itu....

Semoga artikel ini memuaskan dahagamu akan kisah misteri ya !!!

SUMBER : VOI

Baca Juga :

FAKTA MENARIK HIU GOBLIN, PUNYA MONCONG PANJANG DAN BENTUK UNIK

Untuk Informasi Lebih Lanjut Hubungi:
TELEGRAM : +855 858 498 13
WHATSAPPS : +855 858 498 13


Komentar

Postingan populer dari blog ini

INIHANTU - KISAH MISTERI DAN LEGENDA SRIGATI NGAWI

INIHANTU - KISAH HOROR LEGENDARIS SMA TUGU MALANG

INIHANTU - MITOS DAN MISTERI KUDA KEPANG