INIHANTU - KISAH MISTERI SUKU PEMBURU KEPALA

KISAH MISTERI SUKU PEMBURU KEPALA

INIHANTU | KISAH MISTERI SUKU PEMBURU KEPALA | Berburu kepala atau headhunting adalah sebuah ritual yang banyak dilakukan oleh suku-suku primitif di masa lalu untuk banyak tujuan. Biasanya mereka memenggal kepala musuh yang sudah meninggal untuk meningkatkan eksistensi dan derajat. Di beberapa suku, praktik ini juga digunakan untuk ritual violence, menunjukkan maskulinitas, dan kanibalisme.

Di era modern seperti sekarang, praktik-praktik seperti ini masih ada di daerah pedalaman. Meski jumlahnya tidak banyak, mereka tetap eksis melakukan hal-hal mengerikan yang bisa membuat semua orang ketakutan. Anyway, inilah suku-suku yang hobi memenggal kepala manusia.

Iban (Dayak Laut) – Kalimantan

Suku pertama yang dikenal suka sekali melakukan praktik headhunting adalah Orang Iban atau Dayak Laut yang terletak di kawasan Sarawak, Malaysia dan beberapa di Kalimantan Barat serta Brunei Darussalam. Suku ini menempati kawasan pesisir dan kerap melakukan perluasan wilayah dengan melakukan perang yang sangat sengit.

Dalam perang, biasanya Orang Iban kerap melakukan pemenggalan kepala lawan. Hal ini dilakukan untuk menaikkan reputasi dan juga wujud dari kemaskulinan dari seorang pria. Praktik dari pemenggalan kepala atau dalam bahasa setempat disebut dengan nama ngayau ini mulai menghilang seiring dengan masuknya bangsa-bangsa dari Eropa..

Maori – Selandia Baru

Suku Maori yang ada di Selandia Baru juga memiliki satu kebiasaan di mana kepala dari musuh adalah sebuah aset yang berharga. Kepala itu nantinya akan dikeluarkan otak dan kepalanya lalu menggunakan tengkoraknya untuk merokok. Kebiasaan ini sudah dilakukan sejak ratusan tahun yang lalu meski sekarang sudah berkurang atau bahkan tidak ada.

Saat Prancis berhasil sampai ke kawasan Selandia Baru, mereka sempat membawa deretan kepala atau mokomakai. Kepala manusia yang dipenggal ini seperti dijadikan suvenir untuk dibawa kembali ke Eropa. Oh ya, pada tahun 2012 silam beberapa kepala yang dibawa ke Eropa dikembalikan ke Selandia Baru karena merupakan bagian dari warisan leluhur.

Aztec – Meksiko

Bangsa Aztec yang terletak di Meksiko bagian tengah merupakan suku yang juga mengenal adanya budaya berburu kepala. Kalau di Amori kepala digantung dan digunakan sebagai hiasan, maka di Aztec kepala dari musuh akan disusun menjadi sebuah rak dengan menusuk beberapa lubang di tengkorak. Hasilnya jejeran tengkorak yang sangat banyak tersaji sebagai bukti kehebatan suku tersebut.

Oh ya, nama dari rak yang digunakan untuk menyusun kepala-kepala adalah tzompanti. Praktik pembuatan tzompanti ini sudah dimulai pada abad ke-7 hingga abad ke-13. Salah satu penguasa dari Aztec yang bernama Andres de Tapia bahkan memiliki sebuah tzompanti dengan jumlah tengkorak mencapai 136.000 buah yang sebagian besar berasal dari ritual pengorbanan dan musuh saat perang.

Shuar – Peru & Ekuador

Suku Shuar berasal dari dataran Ekuador dan Peru yang hidup di kawasan hutan Amazon yang masih sangat terpencil. Suku ini memiliki struktur masyarakat yang cukup kompleks dan mengenal ritual dan juga budaya. Shuar mengenal ritual kedewasaan di mana setiap anak laki-laki di desa harus mengikuti serangkaian ritual yang membuat mereka diakui menjadi pria dewasa dan berhak ikut dalam pertempuran.

Selain dikenal karena memiliki ritual kedewasaan, suku ini juga dikenal sebagai pemburu kepala. Bahkan kepala dari musuh yang diambil digunakan untuk membuat tsantsa atau hiasan dari kepala manusia yang dikeringkan hingga akhirnya menyusut. Memiliki tsantsa yang banyak artinya seorang pria memiliki kedudukan yang tinggi karena benda ini semacam trofi dalam peperangan.

Di Kutip dari nationalgeographic Ada Kesaksian Perempuan Eropa tentang Pemburu Kepala Manusia di Kalimantan

“Kami menjumpai laut yang tidak lucu,” ungkap Ida Pfieffer dalam catatan perjalannya di Borneo pada Januari 1852. “Dia mengirimkan ombak yang menyapu kami, sehingga separuh perahu terisi air.”

Setelah berjuang beberapa jam, akhirnya mereka mendapatkan aliran sungai yang tenang. Ida, pelancong asal Austria, bersama seorang pemandu Melayu, meninggalkan Kuching menuju kawasan Iban dengan berperahu menyusuri Sungai Batang Lupar, Sarawak.

Tujuan pertama mereka adalah sebuah benteng di Skrang, yang lokasinya sembilan jam dari tempat mereka berada saat itu.  

Komandan Alan Lee, menyambut kedatangan mereka. Dalam catatannya, Ida berkisah, benteng itu terbuat dari kayu dan berdinding pagar dari tanah. Ada sekitar 30 orang pribumi yang menjadi serdadu.

“Namun, perhiasan paling mewah adalah kalung dan gelang tangan dari gigi manusia.”

Kedatangan Ida menjadi tontontan lantaran bagi warga pedalaman Borneo, tampaknya dia merupakan sosok aneh bagi mereka. Dialah perempuan kulit putih pertama yang mereka lihat. Pada kenyataannya memang demikian, Ida Pfeiffer memang perempuan Eropa pertama yang menjelajahi pedalaman hutan Borneo, sekitar tiga dekade sebelum penjelajah asal Norwegia, Carl Bock.

Hari berikutnya Ida mengunjungi perkampungan Dayak bersama Komandan Lee.

“Saya menjumpai pondokan besar, panjangnya sekitar 60 meter. Ada sejumlah barang tersebar melimpah di dalamnya,” ungkapnya. “Saya berminat membelinya apabila ada diantara mereka yang menjualnya.”  Ida menyaksikan ragam barang: Kain katun, bahan-bahan dari kulit pohon, anyaman tikar, anyaman keranjang, hingga parang dan peralatan logam lainnya.

Ida berkisah tentang orang-orang Dayak pada masa itu—yang barangkali tak jauh berbeda dengan budaya mereka kini.

Leher dan dada para lelakinya berhiaskan manik-manik kaca, kerang, dan gigi beruang madu. Pergelangan lengan dan kaki berhiaskan gelang kuningan. Kuping mereka ditindik, dan kadang berhias selusin lebih gelang. “Beberapa dari mereka mengenakan gelang yang bertatakan kerang putih yang bernilai lebih,” ungkapnya. “Namun, perhiasan paling mewah adalah kalung dan gelang tangan dari gigi manusia.”  

Namun, ungkap Ida, para perempuannya tampak lebih sederhana dalam perhiasan. Mereka tak beranting, tak bergigi beruang, dan sangat sedikit manik-manik. Mereka mengenakan semacam semacam korset seukuran sejengkal tangan yang berhias ornamen kuningan dan cincin kelam. “Saya mencoba mengangkat satu perhiasan itu, dan saya tak menduga bahwa beratnya sekitar empat kilogram.”

Pada hari yang sama, dia juga berkunjung ke tetangga desa Dayak tadi. Tidak banyak perbedaan soal tata busana mereka. “Kecuali, saya punya kesenangan baru di sini,” ujarnya, “melihat sepasang trofi perang nan ganteng dari dua kepala manusia yang baru saja ditebas.”

Inilah suku pemburu kepala manusia terganas yang ada di dunia. Kira-kira kamu akan melakukan apa kalau bertemu dengan mereka?

Semoga artikel ini memuaskan dahagamu akan kisah misteri ya !!!

SUMBER : BOOMBASTIS

Baca Juga :

FAKTA MENARIK PEMBANGUNAN JALAN DAENDELS AYAR PANARUKAN

Untuk Informasi Lebih Lanjut Hubungi:
TELEGRAM : +855 858 498 13
WHATSAPPS : +855 858 498 13



Komentar

Postingan populer dari blog ini

INIHANTU - MISTERI MAKAM KEMANGI DESA JUNGSEMI KENDAL

INIHANTU - MISTERI LUMPUR LAPINDO DENGAN KUTUKAN MARSINAH

INIHANTU - KISAH MISTERI LELE ALBINO YANG DIANGGAP MISTIS MASYARAKAT INDONESIA