INIHANTU - KERIS PUSAKA KERATON YOGYAKARTA
KERIS PUSAKA KERATON YOGYAKARTA
INIHANTU | KERIS PUSAKA KERATON YOGYAKARTA | Di lingkungan kraton Yogyakarta dikenal ada beberapa jenis pusaka, diantaranya: senjata antara lain berupa tombak, keris, regalia, ampilan, panji-panji, gamelan dan kereta. Pusaka-pusaka yang disebut sebagai Kagungan Dalem itu biasanya mempunyai nama, dan mempunyai gelar kehormatan seperti Kangjeng Kyai atau Kangjeng Nyai, bahkan Kangjeng Kyai Ageng untuk pusaka yang dipercaya mempunyai kekuatan magis paling besar. Pusaka kraton dipercaya bersifat sakral, dan memiliki kekuatan supranatural. Sebagian pusaka kraton diwariskan secara turun temurun, bahkan ada yang berasal dari kraton demak. Pusaka juga dapat berfungsi sebagai sarana pendukung upacara tradisi kerajaan/penguasa.
Benda-benda pusaka tersebut biasanya dibersihkan secara intensif sekali dalam setahun yaitu pada bulan Sura dalam kalender Jawa. Ada pusaka yang dibersihkan hanya oleh Sultan sendiri dengan mengambil tempat di kraton bagian dalam. Pusaka yang masuk dalam kategori ini antara lain Kangjeng Kyai Ageng Plered. Ada yang dibersihkan oleh saudara-saudara Sultan, dan ada pula yang dibersihkan oleh para abdi dalem. Ada pusaka yang dibersihkan di tempat yang terjaga privasinya, tetapi ada juga yang dibersihkan di tempat terbuka dikunjungi oleh banyak orang, misalnya kereta-kereta kerajaan. Memang, ada sebagian khalayak yang berusaha memperoleh air pencuci kereta tersebut, dengan harapan mendapat berkah dari air atau bunga bekas pencuci benda-benda pusaka kraton yang dipandang sakral itu.
KERIS PUSAKA KERATON YOGYAKARTA
Beberapa pusaka kraton Yogyakarta adalah :
Diantara keris-keris pusaka kraton Yogyakarta yang menduduki tempat terpenting adalah kangjeng Kyai Ageng Kopek. Keris ini hanya boleh dikenakan oleh sultan sendiri, lambang perannya sebagai pemimpin rohani dan duniawi. Menurut tradisi keris ini dibuat pada masa kerajaan Demak dan pernah dimiliki oleh Sunan Kalijaga. Selain itu ada keris Kangjeng Kyai Joko Piturun yang hanya boleh dikenakan oleh putra mahkota, sedang Kangjeng Kyai Toyatinaban adalah keris yang dikenakan oleh Gusti Pangeran Harya Hangabehi, putra lelaki tertua Sultan. Keris Kangjeng Kyai Purboniat hanya boleh dikenakan oleh patih Danureja.
Sejak abad ke-19 M sampai masa kerajaan-kerajaan Islam di Jawa keberadaan keris terus berlanjut, bahkan sekarang masih dijumpai pembuatan keris di beberapa tempat. Berdasarkan observasi pada tempat pembuatan keris yang masih dikerjakan oleh para ’empu’ sekarang, diperoleh petunjuk bahwa teknik-teknik tempa lipat menjadi ciri khusus pembuatan keris. Pada teknik tempa-lipat besi dan pamornya disatukan kemudian ditempa sampai menjadi satu, kemudian dilipat dan ditempa lagi, demikian seterusnya. KERIS PUSAKA KERATON YOGYAKARTA
Sebuah keris mempunyai ricikan yang terdiri dari :
Pesi, semacam akar bilah berbentuk bulat,panjang sekitar 7-8 cm, dibuat dari besi untuk ditancapkan ke dalam ukiran (pegangan keris)
Ganja, dudukan keris yang terletak pada pangkal bilah. Ada dua macam ganja yakni ganja iras dan ganja susulan. Disebut ganja iras jika ganja tersebut merupakan terusan dari bilah, sedangkan yang disebut ganja susulan adalah ganja lepasan
Wilah, yakni badan keris mulai dari perbatasan ganja sampai ujung tajaman keris (pucuk atau kudhup). Pucuk keris ada yang dinamakan : kudhup nyujen, pucuk yang sangat runcing; kudhup gabah kopong, seperti bentuk gabah; kudhup buntut tuma, ujungnya berbentuk seperti ekor kutu; kudhup kembang gambir, pucuk yang tidak terlalu runcing, tetapi tajam sekali.
Pamor diketahui berasal dari meteor yang jatuh ke bumi. Di Jawa tercatat bahwa pada masa pemerintahan Susuhunan Paku Buwana IV ditemukan sebongkah meteor yang jatuh ke bumi, yaitu sekitar tahun 1723 J atau tahun 1801 M. Meteor yang jatuh di sekitar daerah Prambanan wilayah Surakarta tersebut berukuran tinggi sekitar 50 cm, dan berdiameter 80 cm. Benda tersebut sampai sekarang disimpan di kraton Surakarta sebagai salah satu benda pusaka kraton, dan disebut “Kanjeng Kyai Pamor” yang dimanfaatkan dalam pembuatan keris sejak Susuhunan Paku Buwana IV hingga Susuhunan Paku Buwana XI (1939-1945). Penelitian metalurgis terhadap meteor tersebut dengan menggunakan spectrophotometer menunjukkan bahwa didalam kanjeng Kyai Pamor terdapat unsur-unsur nikel, titanium, besi, timbal, dan timah putih atau sekitar 94% unsur besi dan 5% unsur nikel.
Ada beberapa jenis meteor yakni : (1) meteorit, mengandung besi dan nikel, kalau ditempa didalam keris menjadi kelabu; (2) siderit, hanya mengandung besi, kalau ditempa dalam keris menjadi (warna hitam); dan (3) aerolit, kalau ditempa dalam keris tidak tampak jelas, disebut pamor jalada
Dilihat dari proses terjadinya, pamor keris dapat dibedakan menjadi dua yakni (1) pamor Jwalana, pamor yang terjadi dengan sendirinya karena keahlian sang empu, corak dan ragam hiasnya terjadi secara alamiah. Contoh pamor Jwalana adalah : pamor Mega Mendhung, pamor Urap-urap dan pamor Ngulit Semangka; (2) pamor Anukarta, yakni pamor yang dibuat secara sengaja, direncanakan oleh sang empu. Contohnya : pamor Blarak Ngirid, pamor Kenanga Ginubah, pamor Wiji Timun, pamor Untu Walang dan pamor Udan Mas.
Kegunaan keris bagi masyarakat Jawa bermacam-macam. Pada mulanya keris adalah senjata tikam dalam perkelahian atau pertempuran. Dalam hal ini keris dibawa sebagai sipat kandel. Namun dalam perkembangannya, keris tidak lagi berfungsi sebagai senjata, tetapi sebagai tosan aji, artefak karya empu pembuatnya. Sebagai konsep perpaduan ‘bapa akasa – ibu pertiwi’ keris dipercaya menyandang kekuatan gaib yang dapat bepengaruh bagi pemiliknya. Akhirnya keris merupakan bagian dari budaya jawa sebagai salah satu kelengkapan hidup orang Jawa yang tergambar dalam konsep : wisma (rumah), garwa (istri), turangga (kuda), kukila (burung) dan curiga (senjata keris).
Semoga artikel ini memuaskan dahagamu akan kisah misteri ya
Sumber : BUDAYAJOGYAKARTA
Baca Juga :
PEDANG YANG TERBUAT DARI BATU METEOR
Untuk Informasi Lebih Lanjut Hubungi:
Komentar
Posting Komentar